Kamis, 04 Juni 2009

Sembilan Terobosan Kebijakan Pendidikan


Sembilan Terobosan Kebijakan Pendidikan
1 Pendanaan Pendidikan.
2 Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru dan Dosen.
3 Penerapan TIK untuk e-pembelajaran dan e-administrasi.
4 Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan.
5 Rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan.
6 Reformasi perbukuan.
7 Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan secara komprehensif.
8 Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra public pendidikan secara komprehensif.
9 Pendidikan Non Formal dan Informal untuk menggapai yang tak terjangkau (reaching the unreached).

Tujuh Isu Pendidikan Nasional

1. Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun.
2. Pemberantasan buta aksara.
3. Peningkatan akses SLTA Dan perimbangan jumlah siswa SMA:SMK.
4. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan tinggi, terutama melalui peningkatan kapasitas perluasan politeknik.
5. Redistribusi guru dan antisipasi kekurangan guru dalam waktu lima tahun ke depan.
6. Evaluasi pelaksanaan ujian nasional, kurikulum tingkat satuan pendidikan, e-administrasi, e-pembelajaran, akreditasi sekolah/madrasah dan perguruan tinggi, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOS buku, rehabilitasi sarana/prasarana sekolah, peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru/dosen, dan pendidikan kecakapan hidup.
7. Evaluasi pelaksanaan otonomi pendidikan, satuan pendidikan, dan peran serta masyarakat.

abihafiz.wordpress.com


Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Pendidikan Mahal

Belum lama energi bangsa ini terkuras oleh persoalan pro-kontra RUU Sisdiknas menjadi UU Sisdiknas, kembali dunia pendidikan menarik perhatian kita. Pro dan kontra kembali terjadi, meskipun persoalan Aceh, “Sukhoigate”, dan isu sebagian anggota MPR berfoya-foya di luar negeri juga turut mengemuka.
artikel pendidikan network
Persoalan pendidikan kali ini mengenai mahalnya biaya pendaftaran masuk sekolah dan Perguruan Tinggi. Persoalan ini memang persoalan klasik yang selalu hadir dari tahun ke tahun saat tahun baru ajaran akan dimulai. Tapi persoalan besarnya biaya pendidikan yang timbul tidak bisa dianggap persoalan yang remeh, karena hal ini menyangkut keadilan dan hak bagi seluruh anggota masyarakat untuk bersama-sama mendapat pendidikan yang bermutu dan berkualitas.

Adalah sejak tahun 2000 pemerintah memberikan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada di Indonesia. PTN yang mendapat status BHMN yang dimaksud adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Keempat PTN ini termasuk PT yang paling diminati oleh calon mahasiswa di antara PT yang ada di Indonesia. Maka tidak heran jika kemudian keempat PTN ini selalu menjadi incaran bagi calon mahasiswa baru. Dan, menjadi PT yang bestatus BHMN nampaknya kini menjadi suatu hal yang bergengsi dan membanggakan dalam dunia perguruan tinggi kita.

Sejak berstatus BHMN keempat PTN ini makin mandiri saja mencari dana. Sebab pemberian status BHMN itu juga berarti tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Dengan kata lain, PTN yang bersangkutan memiliki kebebasan sendiri untuk mencari dana operasional pendidikannya masing-masing. Dari sinilah pro-kontra dan perang opini mengenai besarnya biaya pendidikan itu mencuat. Mengapa? Bagi pihak PTN yang berstatus BHMN tentu saja hal ini menguntungkan dengan alasan bahwa, untuk menciptakan pendidikan yang bermutu perlu biaya besar dan mahal. Dengan demikian, tentu saja tunjangan isensif para dosen dan karyawan akan ditingkatkan. Maka persoalan mutu pendidikan sebenarnya dapat terbaca. Bukan terletak pada biaya pendidikan harus mahal, tapi gaji guru dan dosen harus tinggi. Dan saya kira, ini tugasnya pemerintah dan berkaitan erat dengan kebijakan yang dibuat dalam memajukan dunia pendidikan ke depan.

Namun bagi kalangan masyarakat tertentu, yang prihatin dengan nasib masyarakat yang kehidupan ekonominya rendah, tentu saja PTN yang memiliki status BHMN itu menjadi momok yang menakutkan. Betapa tidak, mahalnya biaya pendaftaran dan biaya kuliah, telah memformalkan diskriminasi untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Kalaulah alasannya pendidikan bermutu itu harus mahal, alasan ini hanya berlaku di negara yang mengaku Sumber Daya Alamnya sangat banyak ini. Karena di Jerman, Perancis, Belanda, dan di negara berkembang lainnya, menurut para ahli pendidikan, juga banyak memiliki PT yang bermutu tapi biaya pendidikannya sangat rendah. Bahkan di beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan bagi masyarakatnya. Tapi mengapa di Indonesia tidak? Maka, formula yang mengatakan biaya pendidikan harus mahal itu hanya berlaku di Indonesia saja. Ini dalam artian sebenarnya. Maksudnya, pendidikan saja yang mahal, tapi masih jauh dari mutu. Maka tidak terlalu salah jika kemudian timbul istilah “Industrialisasi dan komersialisasi pendidikan” di dunia pendidikan kita saat ini.

Setuju atau tidak istilah itu timbul, namun kenyataannya tidak jauh berbeda dengan makna istilah yang dimaksud. Lihat saja giatnya keempat PTN yang berstatus BHMN itu dalam mencari dana. Masing-masing mereka berkompetisi dalam penerimaan calon mahasiswa baru dengan cara membuka “jalur khusus” dengan tarif Rp. 15 juta sampai Rp. 150 juta (gila!). Di samping itu, IPB mencari dana operasional pendidikannya ke depan dengan cara membangun mal. ITB dengan cara menjaring calon mahasiswa baru melalui penelusuran minat, bakat, dan potensi (PMBP) dengan berkewajiban membayar uang masuk atau pendaftaran sebanyak Rp. 45 Juta. UGM mencari dana dengan cara menerima pendaftaran dan mengadakan tes mahasiswa baru lebih awal dari PT lainnya, dan sebagainya.

Sofian Efendi (rektor UGM), menulis di Kompas (24/6/2003), bahwa ada dua permasalahan mendasar yang dihadapi oleh PT di Indonesia. Pertama, krisis mutu. Kedua, krisis pembiayaan. Untuk menghadapi globalisasi pendidikan yang sudah mulai merambah ke Indonesia, dunia PT harus melakukan tugas pokok. Pertama, meningkatkan kualitas. Kedua, menjaga pemerataan akses tetap terjaga. Untuk mencapai kedua tujuan ini menurut Sofian diperlukan biaya besar. Inilah mungkin penyebab universitas yang dipimpinnya menerapkan kebijakan yang kontroversial itu. Namun pertanyaan yang timbul adalah: Mengapa harus mengorbankan keadilan untuk mendapat pendidikan bermutu bagi masyarakat? Kalaulah harus demikian, apa bedanya PT negeri dengan PT swasta? Kalaulah kebijakannya seperti yang berlaku saat ini, maka dunia pendidikan kita telah menjalankan program “Yang kaya sekolah dan kuliah, Yang miskin dan ekonominya rendah, pengangguran saja”. Bukankah ini suatu kejahatan? Terakhir, di mana tanggung jawab pemerintah?

Sungguh ironis memang, para akademisi yang disebut-sebut sebagai ilmuwan, intelektual, yang selalu bergelut dengan ilmu pengetahuan, ternyata berhadapan dengan uang sikap kritis hilang. Betapa tidak, karena rata-rata pihak PTN yang berstatus BHMN itu memperjuangkan cara mereka dalam menggulirkan roda pendidikan mahal itu. Masyarakat telah dibelenggu dengan pendidikan yang berbiaya tinggi. Padahal sikap yang diharapkan timbul dari kalangan ilmuwan kampus (baca: dosen) dalam menyikapi persoalan ini sebaliknya. Yaitu, mereka seharusnya mampu mengontrol dan menjadi representatif dalam pencegahan terjadinya “Industrialisasi dan komersialisasi pendidikan”. Mengapa? Karena salah satu isi tri dharma perguruan tinggi adalah pengabdian pada masyarakat. Berangkat dari persoalan ini semua, maka pemerintah juga yang akan disalahkan. Kesalahan pemerintah itu, menurut Ali Khomsan (dosen IPB) dalam tulisannya “Brain Drain” Dosen PTN yang dimuat di salah satu koran nasional terbitan Jakarta, terletak pada sedikitnya pemberian isensif bagi guru dan dosen. Untuk mengantisipasi itu, dan mengantisipasi terjadinya brain drain dalam pendidikan, maka pemerintah harus meningkatkan penghargaan atas jerih payah dosen dengan cara memberikan gaji yang memadai. Bukankah sangat disayangkan, kata Ali, setelah dosen dikuliahkan lebih tinggi di luar negeri, namun negara lain yang memperolah manfaat ilmunya.

Pemerintah memang telah menganggarkan dana pendidikan sebanyak 20 persen dari APBN, tapi ketika dunia pendidikan saat ini mulai memasuki era neoliberal pendidikan, dana sebanyak itu menurut sebagian kalangan masih terasa kurang. Kita memang patut sadar, bahwa masih banyak sektor-sektor publik lain yang harus diperhatikan oleh negara ketika membuat kebijakan-kebijakan liberalisasi. Meskipun demikian, kebijakan yang dapat mendorong majunya dunia pendidikan harus diperioritaskan oleh pemerintah. Bila tidak, maka dunia pendidikan kita akan terus berada dalam krisis mutu dan krisis kalah saing dari negara-negara berkembang lainnya.

Negara Jerman, Perancis, dan Belanda adalah negara berkembang yang juga menghadapi persoalan yang sama dengan negara Indonesia dalam menyikapi liberalisasi dalam sektor-sektor publik. Namun, di bidang pendidikan mereka tetap memberi subsidi yang memadai. Malaysia misalnya contoh terdekat. Dahulu negara jiran ini yang belajar tentang pendidikan kepada Indonesia, dan para tenaga pendidik kita selalu diminta untuk mengajar di sana. Tapi kini realitasnya sungguh terbalik, saat ini kitalah yang menjadikan Malaysia sebagai referensi kemajuan dalam hal pendidikan. Ini disebabkan karena pihak pemerintahan Malaysia memberikan perhatian yang cukup baik bagi kemajuan pendidikannya.

Dengan memberikan hak otonomi dan status BHMN kepada beberapa PTN, menurut pandangan saya, secara tidak langsung pemerintah Indonesia ingin lepas tangan dari tanggung jawab pendidikan, khususnya pada persoalan dana. Akibatnya, timbullah pendidikan mahal dan komersialisasi pendidikan di negara ini. Siapa yang bertanggung jawab? Alih-alih membicarakan persoalan pendidikan mahal, maka siapapun akan menyalahkan pemerintah di negeri ini. Oleh sebab itu, untuk membebaskan masyarakat dari belenggu pendidikan mahal saat ini merupakan tanggung jawab pemerintah!. Dalam konteks ini, masyarakat kota Batam patut berbangga. Karena pemerintah daerah (Pemda)-nya akan menggratiskan uang pendaftaran masuk ke sekolah negeri, sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) kota Batam, H. Moaz Ismail, SIP (Riau Mandiri, 24/6/2003). “Tindakan tegas akan diambil kepada pihak sekolah yang meminta uang pendaftaran kepada calon siswa” ucap Ismail. Lalu, bagaimana dengan daerah lain dan tindakan pemerintah Indonesia? Allahua’lam.

wibowosigit.wordpress.com


Matematika Mitos Dan Pendidikan


Apa yang menyebabkan anak matematika tak pernah lepas dari pertanyaan, “mau jadi guru ya?” atau kenapa matematika selalu dipandang sebagai sesuatu yang sulit? Apakah keduanya saling berkaitan? Melihat beragam komentar dari beberapa posting yang terkait dengan mitos dan karir dalam matematika, saya melihat ada keterkaitan antar keduanya. Persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit menyebabkan ada keterasingan antara bahan ajar matematika dengan peserta didik. Keterasingan ini sekaligus mempengaruhi persepsi seseorang akan bidang cakupan matematika yang akhirnya ‘hanya’ dipandang sebagai bidang ajar di kelas, bukan sebagai sebuah fenomena sehari-hari.

Melalui film Numb3rs keterpisahan ini sebenarnya hendak dirubuhkan. Segala sesuatu yang terjadi di alam mengikuti sebuah pola. Jika di tinkat dasar mungkin kita mengenal perumpamaan buah-buahan untuk penjumlahan, di bangku kuliah, buah-buah itu berubah wujud menjadi x, y, z untuk mewakili sebuah abstraksi. Bagaimana seseorang memperkirakan cuaca, bagaimana membaca grafik-grafik untuk mengetahui tren pasar, ataupun memperkirakan penyebab suatu penyakit dari kejadian-kejadian yang baru saja dialami.

Hidup ini penuh dengan korelasi, dan itulah cara kita bertahan hidup. Sebagai ilustrasi adalah relasi antara pengendara mobil dengan lampu merah. Apakah lampu merah memiliki relasi langsung dengan mesin mobil? Apa yang menyebabkan seseorang mau berhenti: polisi, menghindari kecelakaan, atau warna merah dari lampu? Ada relasi-relasi yang menjelaskan suatu aksi, dan hal itulah yang dipelajari matematika ketika belajar stokastik atau ekonomi. Beragam pola yang ditransformasikan dalam deretan notasi untuk menjelaskan fenomena alam maupun sosial. Bagaimana kalkulasi terjadi? Apa yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan?

Hal yang sering terjadi adalah siswa diberi buku tanpa kisah. Proses imajinatif yang seharusnya menjadi basis belajar tidak terjadi. Metode belajar soal-jawab memang bisa menjadi solusi praktis ketika menghadapi ujian, namun tanpa imajinasi semuanya akan sia-sia. Tak ada pengembangan lebih lanjut. Terampil namun tak imajinatif.

nizar6189.wordpress.com


11 Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta Akan Ditutup


Yogyakarta: 11 perguruan tinggi swasta di Yogyakarta akan tutup menjelang akhir tahun ini. Alasan penutupan beragam, mulai dari kekurangan murid, merger, dan alih kelola ke provinsi lain.

“Tujuh kampus merger menjadi tiga kampus, tiga kampus karena alih kelola, dua karena kurang mahasiswa, dan dua kampus akan tutup karena sejak berdiri tidak memperoleh mahasiswa,” kata Ketua Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta V DI Yogyakarta Budi Santoso Wignyosukarto ketika dihubungi Tempo, Selasa, (2/6).

Budi mengatakan tujuh kampus yang merger umumnya karena satu yayasan yang memiliki beberapa kampus, lantas menggabungkan diri. Dia menyebut kampus yang merger itu antara lain STTI Respati dan STIKES Respati bergabung menjadi Universitas Respati Yogyakarta. “Lainnya saya lupa,” kata Budi.

Untuk kampus yang alih kelola, yaitu ABA Yapindo, AMK Yapindo, dan Politeknik Yayasan Darul Hikmah Indonesia (YDHI). “Mereka tengah mengurus izin administrasinya untuk pindah ke provinsi lain,” kata Budi.

Sementara untuk dua kampus yang mahasiswanya kurang, tengah berbenah untuk memindahkan mahasiswanya yang saat ini masih tercatat menempuh studi di kampus itu.

“Karena itu saya belum bisa menyebut kampus yang dimaksud,” kata Budi. Begitu pula untuk kampus yang sejak berdiri selama dua tahun belum mendapatkan mahasiswa, Budi juga enggan menyebutkan namanya.

Akhir tahun ini, kata Budi, 11 kampus PTS itu akan tuntas urusan administrasinya dan akan ditutup mulai September (TEMPO Interaktif )


Kiat Cermat Pilih Jurusan di Perguruan Tinggi

Umumnya siswa yang lulus dari SMA dan jenjang sederajat lainnya akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi (PT) baik negeri maupun swasta. Memilih jurusan kuliah bukan urusan mudah dan soal sepele. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dan dipikirkan masak-masak. Memilih tergesa-gesa bisa berakibat fatal mulai dari terlambat sadar bahwa jurusan yang diambil tak sesuai dengan kepribadian sampai drop out (DO). So, pemilihan jurusan sedini mungkin harus dipertimbangkan. Salah pilih jurusan adalah bencana dan kerugian yang besar bagi masa depan. Ini cara cermat memilih jurusan:

1. Sesuaikan cita-cita, minat dan bakat.
Bagi yang telah memiliki cita-cita, lihat jurusan apa yang dapat menuju profesi itu. Jangan memilih jurusan teknik geodesi jika ingin jadi dokter kandungan dan jangan pilih jurusan sastra jika bercita-cita jadi polisi.
Sesuaikan jurusan yang ingin diambil dengan minat dan bakat. Jika tak suka hitung-hitungan jangan ambil jurusan matematika dan jika tak suka menggambar jangan ambil jurusan teknik sipil. Kemudian lihat bakat kamu. Kembangkan bakat yang sudah ada disertai rasa suka dan cita-cita pada suatu jurusan akan jadi pilihan tepat.

2. Informasi sempurna.
Cari informasi yang banyak sebagai bahan pertimbangan memilih jurusan. Cari dan gali informasi dari banyak sumber seperti orang tua, saudara, guru, teman, bimbel, tetangga, konsultan pendidikan, kakak kelas, teman mahasiswa, profesional, dan lain sebagainya. Jangan mudah terpengaruh orang lain yang kurang menguasai informasi atau ikut-ikut teman atau tren.

Internet juga media yang tepat dan bebas untuk bertanya tentang apa yang ingin kita ketahui. Cari situs forum atau chatting melalui messenger dengan orang yang dapat dipercaya. Semua informasi bisa jadi bahan untuk membantu memilih jurusan.

3. Lokasi dan biaya.
Bagi ekonomi atas, memilih jurusan takkan jadi masalah. Biaya yang nantinya harus ditanggung dapat diselesaikan dengan mudah baik dari pengeluaran studi, biaya hidup, lokasi tempat tinggal, dan lain sebagainya. Bagi masyarakat golongan menengah ke bawah, lokasi dan biaya merupakan masalah yang sangat diperhitungkan.

Jika dana terbatas, pilih lokasi kuliah yang dekat dengan tempat tinggal atau lokasi luar kota yang memiliki biaya hidup yang rendah. Pilih juga tempat kuliah yang biaya pendidikan tak terlalu tinggi. Jika dana yang ada nanti belum cukup, cari beasiswa, keringanan, pekerjaan paruh waktu atau freelance atau sponsor untuk mencukupi kebutuhan dana. Jangan jadikan uang sebagai faktor penghambat masa depan.

4. Peluang diterima.
Perhatikan daya tampung jurusan. Yang favorit dan memiliki kuantitas terbatas tentu diperebutkan banyak orang. Jangan membebani diri dengan target untuk berkuliah di tempat tertentu dengan jurusan favorit. Kamu bisa stres jika kehendak tak terpenuhi. Buat banyak pilihan tempat kuliah beserta jurusannya.

Ukur kemampuan untuk melihat sejauh mana peluang menempati suatu jurusan di tempat favorit. Adanya seleksi massal yang murni seperti UMPTN dan lain sebagainya dapat menjegal masa depan studi jika tak persiapkan dan diperhitungkan matang-matang. Pelajari soal-soal seleksi dan ikuti ujian try out sebagai percobaan mengukur kemampuan.

Namun jangan terlalu minder dengan hasil yang didapat. Jika pada SPMB ada dua jurusan yang dapat dipilih, pilih satu jurusan dan tempat yang kamu cita-citakan dan satu jurusan lain atau lokasi lain yang sesuai atau sedikit di bawah kemampuan.

5. Masa depan karir.

Lihatlah ke depan setelah lulus nanti. Apakah jurusan yang diambil dapat mengantar kamu untuk dapat pekerjaan dan karir yang baik? Banyak jurusan yang kini lulusannya menganggur. Tak hanya orang dari jurusan tertentu yang dapat bekerja pada suatu profesi, karena kini rekrutmen perusahaan mencari tenaga kerja tak melihat seseorang dari latar belakang pendidikan saja, namun juga pengalaman. Tapi jika kompetensi, keberanian dan kemampuan kamu jauh dari orang normal, jurusan apapun yang diambil sah-sah saja.

smayani.wordpress.com



PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA

Antara pendidikan islam dan pendidikan nasional Indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. hal ini dapat ditelusuri dari dua segi, pertama dari konsep penyusunan system pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, dan yang ke dua dari hakekat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia.

Penyusunan suatu system pendidikan nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam hubunganya dengan masa lampau, masa kini dan kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa depan.

Eksistensi bangsa Indonesia terwujud dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. dimana Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu dan yang berdaulat penuh. Indonesia sebagai negara yang merdeka telah dengan tegas menyatakan kepribadianya. tujuan dan pandangan hidupnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah bertekad bulat untuk membangun dan mengembangkan bangsa dengan pancasila sebagai landasan ideology dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusinya.

Pancasila sebagai landasan ideologis dalam pembangunan bangsa mengandung arti bahwa setiap usaha pembangunan dan pengembangan bangsa Indonesia harus selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia Indonesia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan tuhanya, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dan dalam hubungan bangsa dengan bangsa-bangsa lain dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.Untuk itu maka, bangsa Indonesia harus dapat menghayati cita-cita dan dasar hidup kebangsaanya secara terus menerus.dapat mengamalkan dan mewujudkan cita-cita dan dasar hidup tersebut secara nyata, dan melestarikanya dengan mewariskan nilai-nilai moral ideologya, tata nilai budaya, nilai-nilai moral keagamaan yang menjadi sumber aspirasi yang tak ternilai harganya dalam pembangunan bangsa dan tanah air. Oleh karena itulah, maka pengembangan bangsa merupakan kriteria dasar dalam membangun satu system pendidikan nasional dengan mewujudkan keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara pengembangan kuantitatif dan pengembangan kualitatif serta antara aspek lahiriah dan aspek rohaniah.

Dilihat dari segi hakekat pendidikan agama islam, ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan agam Islam baik dalam keluarga, masyarakat, lebih-lebih di pusat-pusat peribadatan seperti:langgar, surau atau masjid yang dikelola oleh seorang petugas yang sekaligus sebagai guru agama.

Di langgar atau di surau itu pendidikan terutama ditekankan pada pelajaran agama yang bersifat elementer berupa pengajian Al-Qur’an. Murid-murid diajak baik secara individual (sorogan) maupun secara semi klasikal (bandongan). Pada tingkat yang lebih tinggi pengajar adalah seorang kiai, sedangkan system penyampaianya tidak hanya sorogan dan bandongan, tetapi juga masal.

Sejarah mencatat, bahwa dengan system pendidikan islam seperti yang tersebut diatas, ditambah dengan usaha-usaha penyiaran agama di masyarakat, hasilnya sangat memuaskan dan bahkan menakjubkan. Agam Islam dapat tersebar ke seluruh pelosok tanah air Indonesia.

Di dorong oleh kebutuhan akan pendidikan yang makin meningkat, maka timbullah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang berupa madrasah dan pondok pesantren. Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula lembaga pendidikan umum yang berdasarkan keagamaan, dimana di samping di berikan mata pelajaran agama juga diajarkan pengetahuan umum dan kejuruan.

Dengan adanya gerakan pembaharuan Islam dan dengan datangnya system pendidikan Barat yang program belajar mengajarnya lebih terkoordinir dan lebih sistematis, meskipun dengan tujuan yang sangat menguntungkan system pendidikan namun memberi pengaruh pula pada keharusan memperbaharui system pendidikan Islam pada madrasah, pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang berdasar keagamaan, kearah system yang lebih sempurna.

Sejak Belanda menerapkan politik etis, maka disamping lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah, pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan, maka mulai muncul lembaga pendidikan yang menyelenggarakan sekolah-sekolah nasional swasta dengan menggunakan system sekolah Barat yang berorientasi demi kepentingan nasional dan semangat kebangsaan.

Demikianlah lembaga-lembaga pendidikan itu tetap tumbuh dan berkembang mendidik dan mendasarkan anak-anak sebagai generasi muda Indonesia.yang mayoritas beragama Islam menjadi manusia-manusia Indonesia yang beragama, bersatu dan berjiwa kebangsaan. Pada waktu kita memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kita telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren madrasah yang tersebar luas di seluruh Indonesia. sekolah umum yang berdasarkan keagamaan dan sekolah swasta yang lain yang berdasarkan kebangsaan. Lembaga-lembaga pendidikan semacam inilah yang nantinya menjadi modal dasar dan modal pokok dari pendidikan nasional yang akan disusun bangsa Indonesia yang sudah merdeka, bersatu dan berdaulat penuh.

Dari uraian diatas jelas bahwa lembaga-lembaga pendidikan khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia. Bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam,maka pendidikan yang dilaksanakan oleh umat Islam di Indonesia berarti pula menjadi milik umat Islam Indonesia.Demikain pula upaya pendidikan nasionalpun pada hakekatnya adalah juga merupakan milik umat Islam Indonesia.Dan dengan demikian pendidikan Islam di Indonesia adalah merupakan pendidikan nasional,paling tidak harus merupakan satu kesatuan dalam kerangka pendidikan nasional. Apa yang dikemukakan diatas,telah dengan tegas dinyatakan oleh Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional bahwa pendidikan agama dilaksanakan dalam system pendidikan nasional.

Kaitan antara pendidikan Islam dengan pendidikan nasional akan semakin nampak dalam rumusan pendidikan nasional hasil rumusan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya,yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maaha Esa,dengan mengusahakan perkembangan kehidupan beragama,kehidupan yang berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik, dan jasmaninya. Sehingga ia dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama dengan sesama manusia membangun masyarakatnya, serta membudayakan alam sekitarnya.

Rumusan pendidikan nasional seperti tersebut dikukuhkan oleh tap MPR No.II/1983 tentang GBHN yang menyatakan bahwa : Pendidikan berdasarkan Pancasila,bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.kecerdasan dan keterampilan,mempertinggi budi pekerti,memperkuat kepribadian.dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air gar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Dari rumusan pendidikan nasional diatas menunjukkan bahwa agama menempati kedudukan yang sangat penting dan tak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya.hal ini dapat di mengerti,bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama.agama tak dapat dilepaskan dari kehidupanya.Agama bagi bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang menjadi tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa.Agama merupakan unsure mutlak dalam pembangunan bangsa dan watak bangsa.Agama memberi motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting.Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,hubungan manusia dengan manusia,hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan dirinya yang dapat menjamin keselarasan,keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.Oleh karena itu agama perlu diketahui,dipahami,diyakini dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar kepribadian,sehingga ia dapat menjadi manusia yang utuh. Disinilah pendidikan agama merupakan bagian yang penting dari pendidikan nasional yang berkenan dengan pembinaan aspek-aspek sikap,nilai moral dan nilai akhlak keagamaan.

Dari sejak awal Indonesia merdeka,pemerintah telah menempatkan agama sebagai pondasi dalam membangun bangsa dan negara. Hal ini dapat kita baca dalam Undang-Undang dasar 1945.Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ketiga dinyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah semata-mata atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.dan pada alinea ke empat dinyatakan bahwa Pancasila menjadi dasar Negara.

Kemudian dalam pasal 29 UUD 1945 ayat 1 dan 2 dinyatakan :

Ayat 1 : Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa.

Ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

Selanjutnya eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional juga telah dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950,yang sampai sekarang masih berlaku,dimana dinyatakan bahwa belajar disekolah sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Pada era pembangunan sekarang ini,pendidikan agama di masyarakat tetap di bina dan digalakkan dalam usaha untuk mengembangkan kehidupan beragama.Pendidikan agama dalam arti sebagai salah satu bidang studi telah diintegrasikan dalam kurikulum sekolah-sekolah negri. Hal-hal tersebut diatas ditegaskan dalam Tap. MPR 1983 tentang GBHN bidang Agama,point 1 c dan 1 d,sebagai berikut :

1c Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik didalam kehidupan pribadi maupun dalam hidup social kemasyarakatan.

1d Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maaha Esa,termasuk pendidikan agama yang di masukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah,mulai dari sekolah dasar sampai universitas-universitas negri.

kcpkiainws.wordpress.com


Sejarah Singkat Pembelajaran Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education)

Pada tahun 1973, Prof. Hans Freudenthal memperkenalkan suatu model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education) yang di Indonesia di istilahkan dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Hans Freudenthal adalah warga Jeman yang lahir pada tahun 1905 di Luckenwalde. Pada tahun 1930, dia pindah ke Amsterdam, Netherlands dan pada tahun 1946 beliau menjadi profesor di Universitet Utrecht. Pada tahun 1971, Freudenthal mendirikan Instituut Ontwikkeling Wiskunde Onderwijs (IOWO) atau Institut for Development of Mathematics Education, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Freudenthal Institut. Freudenthal Institut adalah bagian dari Faculty of Mathematics and Computer Science di Utrecth University, yang merupakan tempat pelaksanaan research tentang pendidikan matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal meninggal pada usia 85 tahun tepatnya tanggal 13 Oktober 1990.

Pembelajaran matematika realistik awalnya dikembangkan di negeri Belanda. Menurut Freudenthal, matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Selain itu siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika.

Penggunaan istilah “realistic” bukanlah karena pembelajaran realistik berkaitan dengan dunia nyata (real world), tetapi juga berkaitan dengan penggunaan masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Membayangkan dalam bahasa Belanda adalah “zich realiseren”. Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Jadi masalah yang disajikan tidak selamanya harus berasal dari dunia nyata.